About Me

My Blog List

= mrDarmian
  • kuliner
  • susana
  • uci
  • cindy
  • a href=http://owisata.blogspot.com>juariyah
  • Author

    Foto Saya
    vitha_nobita
    aku ya aku,bukan orang lain,aku ingin jadi orang yang superstar biar semua orang tau kalau aku patut untuk dibanggakan bukan untuk diremehkan atau dicemohkan
    Lihat profil lengkapku

    Followers

    Selasa, 01 November 2011

    pertanian apel

    Pertanian Apel
    2010
    08.19

    Kemarau Basah Pukul Petani Apel
    Rabu, 18 Agustus 2010 | 10:23 WIB

    BATU – Kemarau basah selain merugikan petani tembakau di Madura, Jember, Probolinggo, dan Bojonegoro juga memukul petani apel di Batu. Di tengah ongkos produksi budidaya apel naik 10-­20 persen per tahun, produksi apel malah menurun 20–40 persen.

    Kerugian besar itu antara lain dialami petani apel di Dusun Binangun, Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Batu. Koordinator Kelompok Tani Bumi Jaya II, Desa Bumiaji, Darmanto, mengatakan, 1 hektare apel mestinya mampu menghasilkan 4–6 ton apel sekali panen. Namun kali ini, dari 1 hektare lahan hanya mampu menghasilkan 70 kilogram hingga 2 ton apel.

    ’’Biasanya setelah dilakukan perempesan (pemangkasan) ranting, pohon berbunga dengan cepat. Tapi kali ini kondisinya memprihatinkan, pohon berbunga lebih lama. Imbasnya pada ongkos pemeliharaan semakin tinggi dan produksi apel menurun,” tutur Darmanto, Rabu (18/8).

    Di kelompok tani desa tempat Darmanto, terdapat 54 petani apel dengan luas lahan 60 hektare yang masih produktif. Sementara sudah ada beberapa hektare lagi yang kini tidak dipergunakan untuk menanam apel dan petani lebih memilih menanam sayur.

    Untuk biaya pemeliharaan kebun, kata Darmanto, dalam setahun biasanya sekitar Rp 20 juta. Namun tahun ini biaya produksi meningkat antara Rp 22 juta hingga Rp 24 juta per tahun.

    Meningkatnya biaya produksi ini salah satunya untuk menambah jatah pembelian pestisida. Sebelumnya hanya butuh pestisida 125 mililiter per hektare lahan untuk sekali penyemprotan, kini butuh 250 mililiter pestisida. Sedangkan harga per botol pestisida isi 500 mililiter bervariasi antara Rp 97 ribu hingga Rp 107 ribu.

    ’’Biaya tentunya semakin bertambah untuk menjaga tanaman agar tidak terserang penyakit. Ini akibat seringnya hujan yang turun, pemeliharaan agar tanaman tidak terserang penyakit juga harus ekstra,” urai Darmanto.

    Rata-rata petani apel di tempat Darmanto menanam apel jenis room beauty yang harganya Rp 7 ribu hingga Rp 10 ribu per kilogram berkualitas baik. Sedangkan untuk apel berkualitas jelek hanya Rp 5 ribu per kilogram.

    Maka, bila sebelumnya 1 hektare lahan apel jenis room beauty menghasilkan 4–6 ton apel sekali panen bisa menghasilkan uang Rp 28 juta hingga Rp 60 juta. Kali ini para petani hanya mampu menghasilkan uang Rp 490 ribu hingga Rp 20 juta untuk sekali panen dengan asumsi per hektare produksinya menurun hanya 70 kilogram hingga 2 ton apel saja.

    “Kondisi seperti ini tidak hanya di Dusun Binangun, Bumiaji saja. Tapi hampir merata di seluruh perkebunan apel di Kota Batu. Bahkan juga di wilayah Pujon dan Poncokusumo, Kabupaten Malang, dan di Nongkojajar, Pasuruan. Bisa dikatakan 80 persen petani apel kini merugi,” ujar Darmanto.

    Menurut dia, kerugian ini disebabkan karena cuaca lebih banyak didominasi hujan yang turun terus-menerus. Fenomena alam yang disebut Darmanto sebagai kemarau basah menyebabkan tanah dalam kondisi basah. Padahal dibutuhkan kondisi tanah kering , sehingga daun tanaman apel akan mudah muncul kemudian berbuah.

    Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) setempat, lahan apel di Kota Batu mengalami penurunan. Pada 1980-an, luas lahan apel masih sekitar 900 hektare. Namun kini diperkirakan hanya tinggal 600 hektare saja karena banyak petani apel yang beralih menjadi petani sayuran dan sejenisnya.

    Kepala Distanhut Kota Batu, Ir Himpun sendiri mengaku belum tahu dengan fenomena banyaknya petani apel yang merugi akibat kemarau basah ini. “Saya belum tahu kalau ada petani yang merugi akibat kemarau basah ini. Bisa jadi hal ini disebabkan tanaman mereka kurang pupuk atau kurang pestisida. Saya akan mencoba mengecek ke lapangan,” tukasnya.

    Menurut dia, para petani apel harus segera beralih ke pola pertanian semi organik. Dengan demikian bisa meminimalisasi segala kemungkinan akibat pola bertani yang sebelumnya dinilai merusak tanah. Dengan menggunakan pola organik, tanah dan tanaman lebih kuat lagi. Selain itu dengan pola organik juga bisa menekan ongkos produksi petani sendiri.

    “Untuk membantu petani sendiri kami memiliki Standar Operasional Pertanian (SOP) yang dibiayai oleh Pemprov Jatim. Kami akan segera melakukan pemantauan dulu di lapangan,” kata Himpun singkat.zar

    0 komentar:

    BEAUTIFULL
    Diberdayakan oleh Blogger.

      © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

    Back to TOP